PEMBELAJARAN MEMBACA
AKSARA JAWA
MENGGUNAKAN
MEDIA KOMIK BERAKSARA JAWA
SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA
AKSARA JAWA PADA
SISWA KELAS VIII B
SMP NEGERI 3
WONOSOBO TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Disusun dalam rangka memenuhi salah
satu tugas individu dalam mata kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan
Bahasa dan Sastra Jawa
Oleh
ANIS CAHYANI
NIM 102160563
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN
BAHASA DAN
SASTRA JAWA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Peneliti
pada bagian pendahuluan ini mengemukakan enam bagian pokok, yaitu (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah,(5)
tujuan penelitian, dan (6) manfaat penelitian penulisan.
A.
Latar
Belakang
Salah
satu unsur penting dalam managemen diri adalah membangun kebiasaan untuk terus
belajar menjadi manusia pembelajar yang senantiasa merasa kekurangan akan
informasi dan pengetahuan. Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah
dengan membaca. Membaca merupakan salah satu cara kita untuk memperbaiki cara
membaca yang efektif sehingga waktu yang digunakan menjadi efisien.
Pendidikan
memegang peranan yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan
bangsa. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Guna mewujudkan tujuan di atas
diperlukan usaha yang keras dari masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat
Indonesia dengan laju perkembangannya masih menghadapi masalah berat, terutama
berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Departemen
Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan dan telah melakukan pembaharuan sistem pendidikan.
Usaha tersebut antara lain adalah penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan
prasarana, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar.
Peningkatan
mutu pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung
jawab masyarakat. Suatu Negara yang tertinggal mutu pendidikannya, maka
pendidikan di Negara tersebut akan terhambat pula. Hal ini dapat dimengerti,
karena pendidikan berkaitan erat dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan
dalam pembangunan. Pendidikan di Indonesia dapat diperoleh melalui jalur
formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal di Indonesia berlangsung
sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Peningkatan mutu pendidikan
harus dimulai sejak pendidikan dasar, sebab pendidikan dasar merupakan fondasi
untuk kelanjutan pendidikan berikutnya.
Salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar dan hasil belajar yang
lebih efektif adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat ke dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien apabila
ditunjang dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model
pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran sangat dibutuhkan karena dapat
mengarah pada tercapainya hasil belajar yang optimal.
Membaca
memiliki peranan penting bagi peningkatan kualitas kehidupan seseorang.
Berbagai informasi dalam kehidupan modern dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sangat pesat dapat disampaikan secara efektif dalam berbagai
media dengan bahasa tertulis, baik berupa buku-buku ilmu pengetahuan,
majalah-majalah ilmiah maupun surat kabar. Untuk dapat mengikuti perkembangan
itu, diperlukan keterampilan membaca agar memperoleh manfaat dari perkembangan
ilmu teknologi. Membaca juga sangat penting bagi seseorang untuk memperoleh
kesenangan dan hiburan yang sehat dari membaca karya sastra.
Keterampilan
membaca juga sangat penting peranannya dalam berbagai jenis dan jenjang hingga
terjun di lingkungan masyarakat. Keterampilan membaca merpakan kemampuan dasar
bagi siswa yang harus mereka kuasai agar dapat mengikuti seluruh kegiatan dalam
proses pendidikan dan pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam mengikuti
pelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilan membaca. Dalam pembelajaran
mempunyai kedudukan sangat strategis dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Membaca
sebagai salah satu kemampuan dasar perlu mendapat perhatian khusus dari semua
pihak baik sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, masyarakat, maupun
pemerintah. Hal ini disebabkan karena membaca merupakan kunci untuk memperoeh
informasi lengkap dan menyeluruh. Membaca adalah kunci segudang ilmu. Ilmu yang
tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca.
Kemampuan membaca menentukan hasil penggalian ilmu itu. Kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak tidak mempunyai
kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari
berbagai bidang. Mengingat pentingnya membaca, maka anak harus belajar membaca
dan kesulitan membaca harus diatasi secepat mungkin.
Bahasa
Jawa sebagai salah satu mata pelajaran yang dilaksanakan di daerah Jawa Tengah
didalamnya mencakup lima kompetensi dasar yaitu: mencakup aspek mendengarkan,
berbicara, menulis, membaca dan sastra. Pada kompetensi membaca dalam mata
pelajaran bahasa Jawa, siswa harus mampu menguasai dua kemampuan yaitu membaca
bacaan berbahasa Jawa berhuruf latin, dan membaca bacaan berbahasa jawa dengan
huruf jawa.
Salah satu penyebab rendahnya nilai bahasa
jawa dibandingkan dengan mata pelajaran lain adalah banyaknya siswa yang
mengalami kesulitan dalam membaca, akan tetapi hampir semua orang Jawa
mengalami kesulitan membaca huruf Jawa. Akibatnya berkembanglah rumor yang
menyatakan orang Jawa sendiri tidak dapat membaca huruf Jawa, apalagi orang
lain. Sama halnya dengan pepatah yang mengatakan orang jawa kehilangan
kejawaannya.
Selain
itu, penyebab sulitnya membaca wacana berhuruf Jawa adalah pembelajaran di
sekolah yang kurang efektif dari guru, sebab guru dalam memberikan pelajaran
selalu menggunakan metode monoton dan tidak menggunakan model pembelajaran yang
inovatif. Sebagai alasan mereka memberikan pelajaran bahasa Jawa secara cepat
menggunakan model yang konvensional adalah sedikitnya alokasi waktu yang
tersedia. Setiap minggu hanya dua jam pelajaran, padahal materi yang harus
disampaikan sangat banyak. Apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lain
seperti bahasa Indonesia misalnya, alokasi waktu untuk mata pelajaran bahasa
jawa sangat tidak seimbang. Akibatnya guru mengajarkan dengan cepat agar target
dalam program semester terpenuhi. Kondisi ini menyebabkan nilai bahasa Jawa
lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya.
Di samping itu
pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa memang masih dianggap remeh oleh guru.
Bahkan sering dijumpai beberapa guru tidak mengajarkan bagaimana membaca wacana
berhuruf jawa pada murid-muridnya dikarenakan dari pihak guru sendiri tidak
mempunyai kompetensi atau tidak mampu membaca wacana berhuruf Jawa. Sebagian
besar guru hanya menganggap penting mata pelajaran tertentu, sedangkan bahasa
jawa kurang diperhatikan. Hal ini memnyebabkan siswa kesulitan dalam membaca
huruf jawa, yang mempengaruhi pula terhadap rendahnya prestasi belajar siswa.
Mereka mengaku pembelajaran yang diberikan oleh guru membosankan dan tidak
menyenangkan sehingga mereka kurang termotivasi untuk belajar membaca aksara
jawa dengan sungguh-sungguh.
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komik. Media komik merupakan sebuah buku bacaan yang banyak disukai siswa.
Kesukaan siswa terhadap komik memungkinkan komik dapat digunakan sebagai media
pembelajaran membaca aksara jawa, khusunya komik beraksara jawa. Selain itu,
komik juga memiliki alur yang mudah dipahami oleh siswa. Jadi siswa tidak hanya
dapat membaca aksara jawa dengan baik, namun juga memungkinkan siswa dapat
menangkap isi cerita dari komik yang dibacanya tersebut. Media komik diharapkan
dapat melatih siswa untuk membaca dan menyimak secara baik isi dari komik yang
berupa gambar, tulisan, dan makna yang tersirat di dalam komik. Setelah itu,
siswa didorong untuk berimajinasi mengenai inti cerita dari komik.
Peneliti memilih judul “Pembelajaran Membaca Aksara
Jawa Menggunakan Media Komik Beraksara Jawa Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan
Membaca Aksara Jawa pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 3 Wonosobo Tahun
Pelajaran 2011/2012” karena penelitian ini masih jarang dilakukan untuk
kepentingan pembelajaran bahasa Jawa.. Peneliti memilih pembelajaran membaca
aksara Jawa karena pembelajaran tersebut terdapat di dalam silabus sebagai
materi pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
memvariasikan pembelajaran bahasa Jawa agar tercipta suasana belajar yang
diminati oleh siswa serta memperjelas konsep yang bersifat kompleks dan abstrak
menjadi sederhana dan mudah dipahami.
Aspek yang
digunakan dalam penelitian ini adalah membaca dikarenakan kemampuan siswa dalam
membaca aksara Jawa masih sangat rendah. Kemampuan siswa dalam membaca aksara
Jawa sangat diperlukan untuk melestarikan kebudayaan yang kita miliki agar kebudayaan
tersebut tidak punah. Dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam membaca aksara
Jawa diharapkan siswa siswa mampu menghargai kebudayaan yang diwariskan nenek
moyang kepada kita. Selain itu, siswa juga mengerti dan memahami isi
“pitutur-pitutur luhur” dalam kebudayaan yang kita miliki sehingga mereka dapat
memiliki karakter seperti yang diinginkan dalam pitutur luhur tersebut.
B.
Identifikasi
Masalah
Masalah-masalah
yang sering muncul dalam pembelajaran bisa bersumber dari guru ataupun siswa
itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang ada dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pembelajaran
membaca aksara jawa pada siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
2. Pembelajaran
membaca aksara jawa dengan menggunakan media komik beraksara jawa pada siswa
kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
3. Pengaruh
pembelajaran menggunakan media komik beraksara Jawa terhadap motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran membaca aksara Jawa?
4. Peningkatan
kemampuan membaca aksara jawa dengan media komik beraksara Jawa pada siswa
kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang muncul sebagai berikut:
1. Bagaimana
pembelajaran membaca aksara jawa pada siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
2. Bagaimanakah
pembelajaran membaca aksara jawa dengan menggunakan media komik beraksara jawa pada
siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
3. Bagaimana
pengaruh pembelajaran menggunakan media komik beraksara Jawa terhadap motivasi
belajar siswa dalam pembelajaran membaca aksara Jawa?
4. Bagaimana
peningkatan kemampuan membaca aksara jawa dengan media komik beraksara Jawa
pada siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
D.
Tujuan
Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai peneliti adalah untuk:
1. Mendeskripsikan
pembelajaran membaca aksara jawa pada siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
2. Mendeskripsikan
pembelajaran membaca aksara jawa dengan menggunakan media komik beraksara jawa pada
siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
3. Mendeskripsikan
pengaruh pembelajaran menggunakan media komik beraksara Jawa terhadap motivasi
belajar siswa dalam pembelajaran membaca aksara Jawa?
4. Mendeskripsikan
peningkatan kemampuan membaca aksara jawa dengan media komik beraksara Jawa
pada siswa kelas VIII B SMP N 3 Wonosobo?
5.
Manfaat
Penelitian
Hasil
dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat
yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu system pendidikan yang
mendukung peningkatan proses belajar dan mengajar siswa.
1.
Manfaat
Teoritis
Manfaat teoritis
penelitian ini adalah:
a. Untuk
mengembangkan teori pembelajaran sehingga dapat memperbaiki mutu pendidikan dan
mempertinggi interaksi belajar mengajar.
b. Untuk
menambah khasanah pengetahuan membaca aksara Jawa.
c. Dapat
menambah wawasan baru bagi perkembangan teori membaca aksara Jawa.
d. Dapat
menambah wawasan baru penerapan penggunaan media belajar mengajar, khusunya
media komik beraksara jawa dalam pembelajaran membaca aksara jawa.
2.
Manfaat
Praktis
a. Bagi
siswa
1) Memotivasi
agar dapat meningkatkan keterampilan membaca aksara jawa.
2) Meningkatkan
kualitas pembelajaran membaca aksara jawa.
3) Peningkatan
kemampuan membaca aksara jawa sehingga prestasi dan hasil belajar meningkat.
b. Bagi
guru
1) Meningkatkan
kemampuan guru dalam mengajar membaca aksara jawa.
2) Dapat
dijadikan sebagai acuan dalam penerapan model pembelajaran yang tepat dan
sesuai dalam mengatasi kesulitan pembelajaran membaca aksara jawa.
3) Memberikan
informasi yang bisa dijadikan alternatif dalam mengajarkan membaca aksara jawa.
4) Membantu
menyiapkan materi pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif.
c. Bagi
sekolah
1) Meningkatkan
kualitas pembelajaran membaca aksara jawa.
2) Mendapatkan
siswa yang berkualitas dan berprestasi dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga
meningkatnya mutu siswa dan sekolah sesuai dengan tuntunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
d. Bagi
peneliti
1) Dapat
menambah pengetahuan tentang penerapan pembelajaran menggunakan media komuk
beraksara jawa dalam pembelajaran membaca aksara jawa.
2) Memperoleh
pengetahuan bahwa penggunaan medi komik beraksara jawa dalam pembelajaran
membaca aksara jawa dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
Peneliti
membahas empat hal pokok di dalam BAB II yang meliputi tinjauan pustaka, kajian
teoretis, kerangka berpikir dan hipotesis. Kajian teoretis penelitian ini
mencakup enam substansi, yaitu (1)
keterampilan berbahasa, (2) aksara jawa, (3) media, yang terdiri atas
(a) pengertian media, (b) manfaat media pendidikan, dan (c) macam media
pendidikan; (4) komik, (5) pembelajaran, dan (6) penelitian tindakan kelas. Penelitian
tindakan kelas mencakup (a) hakikat penelitian tindakan kelas, (b) peningkatan
pendidikan dengan penelitian tindakan kelas, (c) karakteristik penelitian
tindakan kelas, dan (d) desain penelitian tindakan kelas.
A.
Penelitian
yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah sebuah kajian secara
kritis terhadap penelitian terdahulu hingga dapat diketahui secara khas
perbedaan antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan. Penelitian
mengenai pembelajaran membaca aksara jawa dan penelitian mengenai pembelajaran
dengan menggunakan komik pernah dilakukan oleh Ines Endah Siswantari (2011) dan
‘Aisyatul
Kurniawati (2011).
Ines Endah Siswantari meneliti tentang “Pembelajaran
Menulis Wacana Narasi dengan Menggunakan Media Komik sebagai Upaya Peningkatan
Kemampuan Menulis Wacana Narasi bagi
Siswa Kelas X SMA NEGERI 5 Purworejo Tahun Ajaran 2010/2011”. Ines Endah Siswantari (2010)
menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan menulis wacana narasi pada
siswa kelas X SMA NEGERI 5 Purworejo dengan menggunakan media komik. Siswa
lebih menguasai materi menulis wacana narasi karena komik juga memiliki alur
yang juga dimiliki oleh wacana narasi. Media komik dapat melatih siswa untuk
membaca dan menyimak secara baik isi dari komik yang berupa gambar, tulisan,
dan makna yang tersirat di dalam komik. Setelah itu, siswa didorong untuk
berimajinasi mengenai inti dari komik yang kemudian dapat diekspresikan kembali oleh siswa ke dalam sebuah tulisan
wacana narasi melalui kegiatan menulis.
Kesimpulan dari penelitian Ines Endah Siswantari sesuai
dengan pendapat Chaeruddin (2004) yang menyatakan bahwa materi pelajaran di
dalam ingatan siswa yang dirangsang dengan media akan lebih lama bertahan
karena sifat media memiliki daya stimulus yang kuat. Media yang banyak
digunakan adalah media yang langsung berhubungan dengan indra manusia. Indra
penglihatan adalah indra yang banyak
dimanfaatkan dalam proses pem- belajaran. Bacaan dengan gambar-gambar
yang menarik akan sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran.
Komik adalah salah satu bacaan yang sangat diminati
siswa. Sebagian besar siswa lebih menyukai bacaan komik dibandingkan buku-buku
pelajaran (Republika: 2003). Siswa sanggup bertahan lama hanya sekadar membaca
komik dan menikmati hiburan yang ada di dalamnya. Selain hal tersebut, ternyata
komik mempunyai kelebihan dibanding buku yang lain. Komik dapat menggerakkan
kedua belah otak manusia yaitu otak kanan dan otak kiri. Komik menyajikan teks
dan gambar yang dapat menyeimbangkan kinerja otak.
Sementara itu, ‘Aisyatul
Kurniawati (2011) melalui skripsinya
yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Wacana Berhuruf Jawa Dengan
Metode Quantum Learning Pada Siswa
Kelas X TKJ SMK Pancasila 1 Kutoarjo Tahun Pelajaran 2011/2012” mengemukakan
bahwa
Persamaan yang peneliti lakukan dengan penelitian Ines
Endah Siswantari (2010) dan ‘Aisyatul Kurniawati (2011) yang lakukan adalah objek yang
diteliti dan media yang digunakan yakni menulis wacana narasi dan media komik.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Ines
Endah Siswantari (2010) dan ‘Aisyatul Kurniawati (2011) dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada materi yang akan diuji. Pada penelitian Ines Endah
Siswantari (2010), materi yang diujikan adalah materi mengenai menulis wacana
narasi, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah menguji materi
keterampilan membaca aksara Jawa. Selain itu, Ines Endah Siswantari (2010)
meneliti pembelajaran bahasa Indonesia pada tingkat Sekolah Menengah Atas,
sedangkan peneliti akan meneliti mengenai pembelajaran bahasa Jawa pada
tingkat SMP. Perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan oleh ‘Aisyatul Kurniawati (2011) adalah media yang digunakan. ‘Aisyatul
Kurniawati (2011) menggunakan media visual
dengan metode Quantum Learning, sedangkan peneliti menggunakan media komik.
B.
Kajian
Teoritis
Pada bagian kajian teoritis ini peneliti membahas enam
substansi, yaitu (1) keterampilan
berbahasa, (2) aksara jawa, (3) media, yang terdiri atas (a) pengertian media,
(b) manfaat media pendidikan, dan (c) macam media pendidikan; (4) komik, (5)
pembelajaran, dan (6) penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas
mencakup (a) hakikat penelitian tindakan kelas, (b) peningkatan pendidikan
dengan penelitian tindakan kelas, (c) karakteristik penelitian tindakan kelas,
dan (d) desain penelitian tindakan kelas.
1.
Keterampilan
Berbahasa
Keterampilan
berbahasa memiliki dua aspek penting yang harus dikuasai oleh pembelajar
bahasa. Dua aspek tersebut adalah keterampilan bahasa reseptif dan keterampilan
bahasa produktif. Keterampilan reseptif adalah kemampuan menangkap,
menginterpretasikan, memahami, serta
dapat mengapresiasikan secara tepat dan cepat sebuah pesan baik pesan
lisan maupun tulisan (Tarigan, 1993: 8). Keterampilan reseptif meliputi
keterampilan membaca dan menyimak.
Keterampilan
produktif adalah keterampilan untuk menyampaikan pesan dengan media bahasa yang
dapat mewakili pikiran dan perasaan sehingga pikiran dan perasaan itu
benar-benar terarah dan sampai pada sasaran yang dimaksudkan tanpa menimbulkan
sebuah keraguan, kesulitan, dan kegagalan pada pendengar ataupun pembaca
(Tarigan, 1993: 8). Menulis dan berbicara termasuk pada keterampilan produktif
karena menulis dan berbicara adalah keterampilan berbahasa yang menghasilkan
pesan untuk disampaikan kepada pembaca dan pendengar.
2.
Aksara
Jawa
a.
Pemakaian
Aksara
1) Aksara
Carakan dan Pasangannya
Carakan (abjad Jawa)
yang digunakan di dalam ejaan bahasa Jawa pada dasarnya terdiri dari dua puluh
aksara pokok yang bersifat silabik (bersifat kesukukataan). Masing-masing aksara
pokok mempunyai aksara pasangan,
yakni aksara yang berfungsi untuk menghubungkan suku kata tertutup wignyan (…h),
layar (./..), cecak
(.=...). Berikut ini
adalah aksara pokok yang terdaftar di dalam carakan bersama aksara pasangannya
(nama aksara diletakkan di depan masing-masing aksara pokok).
Nama
Aksara
|
Aksara
Pokok
|
Aksara
Pasangan
|
Pemakaian
dalam Kata
|
ha
|
a
|
…H
|
aben
ajeng
abenHje=
‘berhadapan’
|
na
|
n
|
… N
|
nanem
nanas
nnemNns\
‘menanam nanas’
|
ca
|
c
|
… C
|
calon
camat
c[lonCmt\
‘calon
camat’
|
ra
|
r
|
… R
|
ragad
rabi
rgdRbi
‘biaya
nikah’
|
ka
|
k
|
… K
|
kapuk
kapas
kpukKpas\
‘kapok kapas’
|
da
|
f
|
…F
|
dados
damel
f[fosdmel\
‘merepotkan’
|
ta
|
t
|
…T
|
tabet
tatu
tbetTtu
‘bekas luka’
|
sa
|
s
|
…S
|
saben
sasi
sbenSsi
‘setiap bulan’
|
wa
|
w
|
… W
|
watuk-watuk
wtukWtuk\
‘batuk-batuk’
|
la
|
l
|
… L
|
lamat-lamat
lmtLmt\
‘sayup-sayup'
|
pa
|
p
|
…P
|
panen
pari
p[nnPri
‘panen padi’
|
dha
|
d
|
… D
|
dhawul-dhawul
dwulDwul\
‘kusut masai’
|
ja
|
j
|
…J
|
jajal-jajal
jjlJjl\
‘coba-coba’
|
ya
|
y
|
… Y
|
yakut
yasan
ykutYsn\
‘yakut buatan’
|
nya
|
v
|
…V
|
nyamut-nyamut
vmutVmut\
‘jauh sekali’
|
ma
|
m
|
…M
|
manuk
manyar
mnukMv/
‘burung manyar’
|
ga
|
g
|
…G
|
gagap-gagap
ggpGgp\
‘meraba-raba’
|
ba
|
b
|
…B
|
bal-balan
blBln\
‘sepak bola’
|
tha
|
q
|
…Q
|
thak-thakan
qkQkn\
‘buru-buru ingin memegang’
|
nga
|
z
|
…Z
|
ngajak
ngaso
zjkZ[so
‘mengajak beistirahat’
|
Catatan:
1.Aksara
pasangan ha (a), sa (s), dan pa
(p) ditulis dibelakang
aksara konsonan akhir suku kata di depannya.Aksara pasangan selain yang
disebutkan itu ditulis dibawah aksara konsonan akhir suku kata di depannya.
2. Aksara
ha (a),
ca (c),
ra (r),
wa (w),
dha (d),
ya (y),
tha (q),
dan nga (z) tidak dapat diberi aksara pasangan atau tidak
dapat menjadi aksara sigegan (aksara
konsonan penutup suku kata). Di dalam hal ini aksara sigegan ha diganti wignyan
(…h), aksara sigegan ra diganti layar ( ...//.),
aksara sigegan nga diganti cecak (.=..),
dan hampir tidak ada suku kata yang berakhir sigegan ca (c),
wa (w),
dha (d),
ya (y),
tha (q).
Contoh:
a. Pemakaian
wignyan (…h) sebagai pengganti aksara sigegan ha (a\)
Gajah gjh ‘gajah’
b. Pemakaian
layar (./..) sebagai pengganti aksara sigegan ra (r\).
Mayar my/ ‘mudah’
c. Pemakaian
cecak (.=..) sebagai pengganti aksara sigegan nga (z\).
Bawang bw= ‘bawang’
2) Aksara
Murda dan Aksara Pasangannya
(a) Aksara
murda berjumlah tujuh buah, yakni : ! (na), @ (ka), # (ta), $ (sa), % (pa), & (ga),
* (ba).
(b) Aksara
murda dapat dipakai untuk menuliskan
nama gelar dan nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama
lembaga berbadan hukum.
(c) Aksara
murda tidak dapat sebagai penutup
suku kata.
Catatan:
Aksara murda jumlahnya terbatas, tidak semua aksara yang terdaftar di
dalam carakan ada aksara murdanya. Oleh karena itu, pemakaian
aksara murda tidak identik dengan
pemakaian huruf kapital di dalam ejaan latin.
3) Aksara
Suara
a.
Aksara
suara (aksara swara) berjumlah lima
buah, yakni: A
(a),
E
(é),
I (i), O (o), dan U (u).
Aksara suara yang digunakan untuk
menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari
bahasa asing, untuk mempertegas pelafalannya.
b.Aksara
suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan sehingga aksara sigegan yang terdapat didepannya harus
dimatikan dengan pangkon.
c.
Aksara
suara dapat diberi sandhangan wignyan (…h), layar (./..), dan cecak (.=..)
4) Aksara
Rekaan dan Pasangannya
a)
Aksara
rekaan (aksara rekan) berjumlah lima
buah, yakni: k+
(kha),
f+ (dza),
p+ (fa/va),
j+ (za),
g+ (gha).
b)
Aksara rekaan dipakai untuk menuliskan
aksara konsonan pada kata-kata asing yang masih dipertahankan seperti aslinya.
c)
Aksara rekaan dapat menjadi aksara
pasangan, dapat diberi pasangan, serta dapat diberi sandhangan.
b.
Pemakaian
Sandhangan
Sandhangan ialah tanda
diakritik yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa.
1.
Sandhangan Bunyi Vokal (Sandhangan Swara)
a)
Sandhangan Wulu (...i)/i. Contoh: pinggir pi=gi/ ‘pinggir’
b)
Sandhangan Pepet ( …e)/É™.
Contoh: enem aenem\ ‘enam’
Sandhangan pepet tidak dipakai untuk menuliskan
suku kata re dan le yang bukan pasangan. Sebab suku kata re yang bukan pasangan sudah dilambangkan dengan x (pa cerek)
dan le yang bukan pasangan sudah
dilambangkan dengan X
(nga lelet). Contoh:
karem
emping lan lemper kxmHepi=lLemPe/
legeg-legeg
lenggah ijen XgegLegegLe=ghai[jn\
c)
Sandhangan
Suku (…u )/u. Contoh: yuyu watu yuyuwtu
d)
Sandhangan
Taling ([…)/é,è. Contoh: èdi pèni [afi[pni
e)
Sandhangan
Taling Tarung ([…o)/o. Contoh: kodhok ijo [ko[dokHi[jo
2.
Sandhangan Penanda Konsonan Penutup Suku
Kata (Sandhangan Panyigeging Wanda)
a)
Sandhangan wignyan (…h)/h. Contoh: gagah ggh
b)
Sandhangan layar (../.)/r. Contoh: pager pge/
c)
Sandhangan cecak ( .=..)/ng. Contoh: lingsa li=s
d)
Sandhangan pangkon (…\)/aksara
konsonan penutup suku kata/panyigeging
wanda. Contoh: tangan tzn\
c. Penanda Gugus Konsonan
Penanda
gugus konsonan merupakan penanda aksara konsonan yang diletakkan pada aksara
konsonan lain di dalam suatu suku kata. Penanda gugus konsonan di dalam aksara
Jawa terdiri atas lima macam, yakni:
1.
Cakra
(…])/ra. Contoh: kreteg k]eteg\
2.
Keret
(…})/rÉ™.
Contoh: brengos b}[zos\
3.
Pengkal
(…- )/ya. Contoh: sanityasa snit-s
4.
Panjingan
Wa
(…W)/wa. Contoh: kwaci kWci
5.
Panjingan
La
(…L)/la. Contoh: slamet sLmet\
d. Angka dan Lambang Bilangan
1.
Dipakai untuk menyatakan lambang
bilangan atau nomor.
Contoh:
0= 0, 1=1,
2=2, 3=3, 4=4,
5=5, 6=6, 7=7,
8=8, 9=9.
2.
Angka dipakai untuk menyatakan (i)
ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan
(iv) kuantitas. Penulisan angka diapit pada pangkat (; …;).
Contoh:
Jakèt
kuwi rega Rp. 325.000,00.
j[ktK|wi
xg;325000;rupiyh
3.
Angka lazim dipakai untuk menuliskan
nomor jalan, rumah, kode pos, dan nomor telepon pada alamat.
Contoh:
Jalan
Langit II, Nomer 8, Bantul.
jlnLzit\;2;[nome/;8;*nÃ’|l\
4.
Angka dipakai untuk menomori
bagian-bagian karangan dan ayat kitab suci.
Contoh:
Surat
Yasin: 82
surtYsin\;82;
5.
Lambang bilangan yang dapat ditulis
dengan satu atau dua kata ditulis dengan aksara, kecuali apabila lambing
bilangan dipakai secara berurutan, seperti di dalam pemaparan dan perincian.
Contoh:
Putuné
sanga lanang kabeh.
pupu[nszln=k[bh
Ingon-ingoné
akèh: kebo 5, sapi 7, lan wedhus 15.
ai[zonHi[zo[nNa[kh;ke[bo;5;spi;7;lnWedus\;15;.
6.
Saat dapat dinyatakan dengan angka atau
aksara.
Contoh:
Senèn,
8 Juli 1996, pukul 8.45
se[nn\;8;juli;1996;pukul\\;8,45
Atau
Senèn,
tanggal wolu Juli sèwu sangang atus sangang dasa enem, pukul wolu langkung
kawan dasa menit.
se[nn\t=g[lWolujuli[swusz=tusSz=puluhaenem\puku[lWolul=ku=kwnFsmenit\
7.
Angka yang menyatakan bilangan utuh yang
besar dapat dieja sebagian agar lebih mudah dibaca.
Contoh:
Dhuwité
luwih saka 240 yuta rupiyah.
duwi[tTluwihsk;240;yutrupiyh
8.
Bilangan pecahan dapat ditulis dengan
angka atau aksara.
Contoh:
Telung prapat meter.
telu=p]p[tMte/ atau 3[mte/
4
3.
Media
Peneliti
pada bagian ini akan menjelaskan mengenai
(a) pengertian media, (b) manfaat media pendidikan, dan (c) macam media
pendidikan.
a. Pengertian Media
Kata media
berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media dapat pula diartikan sebagai
alat atau sarana. Media di dalam dunia pendidikan diartikan sebagai alat,
metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi
dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah
(Hamalik, 1986: 23).
b.
Manfaat
Media Pendidikan
Di
dalam proses pembelajaran, media memiliki peranan yang sangat penting. Media
dapat membantu menjelaskan bahan yang dirasakan siswa sukar untuk dipelajari.
Kerumitan bahan materi yang akan disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan
dengan media. Guru juga dapat menggunakan media untuk menjelaskan bahan apabila
guru tersebut kurang mampu menjelaskan dengan kata-kata atau kalimat. Media
dapat mengkonkretkan sebuah bahan yang abstrak sehingga siswa lebih mudah
menerima materi yang disampaikan. Kemp dan Dayton (dalam Yamin, 2008: 178)
mengidentifikasikan bahwa terdapat delapan manfaat media di dalam pembelajaran
yaitu:
(1) penyampaian
materi pembelajaran dapat diseragamkan;
(2) proses
pembelajaran menjadi lebih menarik;
(3) proses
belajar siswa menjadi lebih interaktif;
(4) jumlah
waktu belajar mengajar dapat dikurangi;
(5) kualitas
belajar siswa dapat ditingkatkan;
(6) proses
belajar dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja;
(7) sikap
positif siswa terhadap pembelajaran dapat ditingkatkan;
(8) peran
guru dapat berubah ke arah yang lebih produktif.
Berdasarkan
penjelasan di atas, peranan media di dalam proses pembelajaran sangatlah
bermanfaat. Namun, perlu ditinjau lebih lanjut bahwa peranan media tidak akan
dapat efektif bila penggunaan media tersebut tidak sesuai dengan isi dari
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
c.
Macam
Media Pendidikan
Hamalik (1986: 63) menyatakan bahwa terdapat empat
macam jenis media yang dapat digunakan di dalam proses pembelajaran. Pertama
adalah media visual misalnya filmstrip,
papan tulis, chart, poster, grafik,
peta, globe, dan komik. Kedua adalah media auditif yang hanya didengar seperti
radio, rekaman tape-recorder, dan phonograf-record. Ketiga adalah media
audio-visual yang dapat dilihat dan didengar seperti film dan televisi.
Terakhir adalah media dramatisasi seperti sandiwara boneka, permainan peran,
dan demonstrasi.
Sementara itu, Schramm (dalam Yamin, 2008: 183)
membagi media menurut jumlah siswa yang ada, yaitu media untuk audiens besar (jumlah
siswa banyak dan berada di arena luas) seperti televisi dan radio, media untuk
audiens kecil dan berpusat di suatu tempat seperti film, slide, foto, poster,
dan yang terakhir media individual adalah media yang dapat digunakan secara
perseorangan seperti media cetak, komik, dan komputer.
5. Komik
Komik
adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang
disusun sedemikian rupa yang membentuk jalinan cerita (Kurniawan, 2001: 18).
Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat
diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat di
dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.
Komik
termasuk di dalam media visual yang bermakna media yang hanya dapat dilihat.
Meski hanya dilihat, komik sebagai media gambar memiliki kelebihan diantaranya
adalah bersifat konkret. Bersifat konkret berarti melalui media komik siswa
dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dijadikan materi untuk
dibicarakan dan didiskusikan. Selain kelebihan komik yang bersifat konkret,
kelebihan lain dari komik, yaitu: (1) mudah digunakan, baik untuk perseorangan
maupun untuk kelompok siswa, (2) mudah didapat dan murah, (3) dapat digunakan
untuk menjelaskan sebuah masalah melalui sebuah penceritaan, (4) disukai dan
telah dikenal oleh siswa, dan (5) menarik minat baca siswa yang kemudian
berkorelasi dengan kemampuan menulis siswa. Namun, selain kelebihan media komik
tetaplah memiliki kekurangan. Kekurangan komik antara lain (1) gambar dan teks
yang sulit dimengerti, (2) cerita yang kurang mengandung unsur edukasi, dan (3)
kesulitan mengurutkan gambar untuk dibaca (Kurniawan, 2001: 18)). Oleh karena
itu, guru yang akan menggunakan media komik hendaknya memilih komik yang
benar-benar memiliki unsur edukasi dan memberikan penjelasan yang detail kepada
siswa mengenai media komik yang akan digunakan.
Rahmanto
(1988) mengemukakan bahwa perkembangan psikologis manusia berpengaruh terhadap
daya ingat, kemauan, kesiapan kerja, dan kemungkinan pemahaman situasi.
Perkembangan psikologis remaja masuk ke dalam kategori generalisasi. Pada tahap
generalisasi, siswa SMP tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja, tetapi
juga berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi (Rahmanto, 1988:
30). Oleh karena itu, peneliti menyesuaikan isi bacaan komik dengan
perkembangan psikologis siswa. Peneliti menceritakan kejadian nyata di dalam
sebuah bentuk komik agar siswa mampu menyimpulkan konsep abstrak komik
tersebut.
6.
Pembelajaran
Pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pendidikan (Hamalik. 2006: 57). Pembelajaran bahasa Indonesia dapat
dimaknai sebagai suatu kombinasi yang tersusun untuk penguasaan keterampilan
berbahasa. Pembelajaran memiliki tiga ciri khas yang terkandung di dalamnya
yaitu rencana, kesalingtergantungan (independence),
dan tujuan.
Rencana
adalah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur
sistem pembelajaran (Yamin, 2008: 27). Kesalingtergantungan adalah hubungan
antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan.
Tujuan bermakna bahwa sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai (Yamin, 2008: 28). Tujuan pembelajaran secara umum adalah mempersiapkan
siswa agar untuk hidup dalam masyarakat. Sesuai dengan silabus mata pelajaran
bahasa Jawa kelas VIII SMP, tujuan pembelajaran membaca teks bacaan non sastra
adalah siswa dapat membaca bacaan berhuruf Jawa.
7. Penelitian Tindakan Kelas
Pembahasan
pada bagian ini mengenai (a) pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK), (b)
peningkatan pendidikan dengan penelitian tindakan kelas, (c) karakteristik
penelitian tindakan kelas, dan (d) desain penelitian tindakan kelas, (e) prinsip
Penelitian Tindakan Kelas.
a.
Pengertian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian
yang peneliti lakukan adalah penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, pada
bagian ini peneliti akan menjelaskan mengenai penelitian tindakan kelas. Penelitian
Tiandakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan kelas, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama (Suharsimi, 2010: 3). Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau
dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi, 2010: 3). Tujuan
utam PTK adalah untuk memecahkan permassalahan nyata yang terjadi di dalam
kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah,
tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapa t dipecahkan
dengan tindakan yang dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan
nyata guru dalam pengembangan profesionalnya.
Pada
intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis
dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam
interaksi antara gur dengan siswa yang sedang di alami langsung dalam interaksi
antara gur dengan siswa yang belajar. Secara lebih rinci, tujuan PTK antara
lain sebagai berikut (Suhardjono, 2010: 60-62):
(1) Meningkatkan
mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
(2) Membantu
guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan
pendidikan di dalam dan di luar kelas.
(3) Meningkatkan
sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan.
(4) Menumbuhkembangkan
budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam
melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan
(sustainable).
b.
Peningkatan
Pendidikan dengan Penelitian Pendekatan Kelas
Menurut
Suhardjono (2010) mengemukakan bahwa tujuan dari penelitian tindakan kelas
adalah meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah
pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik. Oleh
karena itu, penelitian tindakan kelas sangat bermanfaat untuk peningkatan mutu
pendidikan dan peningkatan proses pembelajaran. Suhardjono (2010: 61)
berpendapat bahwa luaran yang diharapkan dapat dihasilkan dari PTK adalah
peningkatan atau perbaikan mutu proses dan hasil pembelajaran, anatara lain
meliputi hal-hal berikut.
1.Peningkatan
atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah.
2.Peningkatan
atau perbaikan mutu proses pembelajaran di sekolah.
3.Peningkatan
atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan
sumber belajar lainnya.
4.Peningkatan
atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan
untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.
5.Peningkatan
atau perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah.
6.
Peningkatan dan perbaikan terhadap
kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.
Melalui
hasil penelitian tindakan kelas, diharapkan proses pembelajaran dan pendidikan
dapat meningkat dengan baik karena adanya penemuan baru yang telah diteliti
melalui penelitian tindakan kelas.
c.
Karakteristik
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik
khusus yang berbeda dengan penelitian lain. Karakteriristik penelitian
tindakan kelas dapat diidentifikasikan
sebagai berikut.
1. Situasional
artinya berkaitan langsung dengan permasalahan yang konkret dihadapi guru dalam
proses pembelajaran. Masalah diperoleh dari praktik pembelajaran keseharian
yang dirasakan oleh guru dan siswa.
2. Kontekstual
artinya upaya penyelesaian atau pemecahan demi peningkatan mutu pendidikan,
prestasi siswa, profesi guru, dan mutu sekolah.
3.Bersifat
kolaboratif dan partisipatif antara
guru, siswa, dan individu lain yang terkait dalam satu satuan kerja sama secara
langsung atau tidak langsung dengan perspektif berbeda. Kolaborasi diartikan
sebagai kerja sama saling tukar menukar ide untuk melakukan kegiatan dalam
rangka memecahkan masalah.
4.Bersifat
evaluatif dan reflektif adalah kegiatan modifikasi praktis yang dilakukan
secara kontinu, dievaluasi dalam situasi yang ada dan terus-menerus, dengan
tujuan akhir untuk meningkatkan perbaikan dalam proses pembelajaran.
5.
Bersifat fleksibel dan adaptif yang memungkinkan adanya perubahan selama
percobaan. Penelitian tindakan kelas lebih menekankan pada sifat tanggap dan
pembaharuan di tempat penelitian.
6.Penelitian
tindakan kelas memanfaatkan data pengamatan dan perilaku empirik yang menelaah
ada tidaknya kemajuan.
7.Sifat
dan sasaran penelitian tindakan kelas adalah situasional dan spesifik, tujuan
pemecahan masalah bersifat praktis, dengan demikian temuan yang ada berguna
dalam dimensi praktis dan berguna pada pengembangan ilmu (Tim Pudi Dikdasmen,
2008: 2)
d.
Desain
Penelitian Tindakan Kelas
Peningkatan mutu
pendidikan merupakan salah
tujuan dari pembangunan bangsa karena pembangunan bangsa ditentukan oleh sumber
daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat dicapai bila pendidikan yang
dilaksanakan juga berkualitas. Melalui hasil penelitian tindakan kelas
diharapkan mutu pendidikan dapat meningkat.
e.
Prinsip
Penelitian Tindakan Kelas
Hopkins
(1993) menyebutkan prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas,
yaitu sebagai berikut:
1.Tugas
pendidik dan tenaga kependidikan yang utama adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, antar pendidik/guru perlu
memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas
pembelajaran secara terus menerus. Jika dalam menerapkan suatu tindakan yang
dipilih tidak/kurang berhasil maka ia harus tetap berusaha mencari alternative
lain.
2.Meneliti
merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan
waktu maupun metode pengumpulan data.
3.Kegiatan
meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran harus
diselenggarakan dengan tetap berstandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur piker
yang digunakan dimulai dari masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan
permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat,
penetapan scenario tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis
data.
4.Masalah
yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil merisaukan
tanggung jawab professional dan komitmen terhadap diagnosis masalah bersandar
pada kejadian nyta yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang
sesungguhnya.
5.Konsistensi
sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lau, tetapi
menuntut perencanaan dan pelaksanaan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi
untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dala (motivasi intrinsic), bukan
sesuatu yang bersifat instrumental.
6.Cakupan
permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah
pembelajaran di kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran diluar kelas,
misalnya tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi
sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan.
C.
Kerangka
Berpikir
Membaca dan memahami bacaan beraksara Jawa adalah
salah satu standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SMP kelas VIII termasuk
pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Wonosobo. Meskipun telah menjadi standar
kompetensi, ternyata prestasi akademik siswa membaca aksara Jawa dan kemampuan
siswa membaca aksara Jawa masih cukup rendah. Berdasarkan pengamatan pada tahap
prasiklus, salah satu penyebab rendahnya prestasi akademik dan kemampuan siswa membaca
aksara Jawa adalah proses pembelajaran yang kurang variatif. Oleh karena itu,
peneliti berusaha melakukan penelitian yang bertujuan memvariasikan proses pembelajaran dengan
menggunakan media komik beraksara Jawa pada pembelajaran membaca aksara Jawa
siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Wonosobo. Peneliti melakukan penelitian ini
dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.
Setiap
siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau
observasi, dan refleksi. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dengan tujuan
data yang diperoleh baik data tes maupun nontes dapat digunakan sebagai kontrol
dan data yang valid pada hasil penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pada pembelajaran membaca aksara
Jawa serta dapat meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa siswa SMP kelas
VIII.
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah dugaan sementara dalam
sebuah penelitian. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis tindakan yang dapat
diambil adalah jika media komik beraksara
Jawa digunakan dalam pembelajaran membaca akasara Jawa pada siswa SMP Negeri 3
Wonosobo kelas VIII B tahun ajaran 2011/2012, maka kemampuan siswa membaca
aksara Jawa akan meningkat
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Tempat
penelitian pembelajaran membaca aksara Jawa menggunakan media komik beraksara
Jawa adalah di SMP Negeri 3 Wonosobo, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo.
Peneliti memilih SMP Negeri 3 Wonosobo karena meskipun membaca dan memahami
bacaan beraksara Jawa merupakan salah satu standar kompetensi yang harus
dicapai oleh siswa SMP kelas VIII termasuk pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Wonosobo, namun ternyata prestasi akademik siswa dalam membaca aksara Jawa dan
kemampuan siswa membaca aksara Jawa masih cukup rendah. Berdasarkan pengamatan
pada tahap prasiklus, salah satu penyebab rendahnya prestasi akademik dan
kemampuan siswa membaca aksara Jawa adalah proses pembelajaran yang kurang
variatif. Oleh karena itu, peneliti berusaha melakukan penelitian yang bertujuan memvariasikan proses pembelajaran dengan
menggunakan media komik beraksara Jawa pada pembelajaran membaca aksara Jawa
siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Wonosobo. Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pada pembelajaran membaca aksara
Jawa serta dapat meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa siswa SMP kelas
VIII.
Waktu
penelitian ini adalah selama bulan Juni 2012. Factor waktu yang tersedia
terbatas maka penelitian dilakukan selama dua kali tatap muka pada jadwal KBM
normal, sehingga penelitian dilanjutkan pada pertemuan berikutnya dan dilakukan
di luar jam KBM sekolah. tindakan dilakukan dengan durasi waktu pembelajaran
2x40 menit setiap kali tatap muka pada jam KBM sekolah.
B.
Subjek
dan Objek Penelitian
Sasaran
tindakan atau sebutan yang umum digunakan adalah subjek pelaku tindakan –bukan
subjek yang dikenai tindakan-. Adakalanya penyebutannya dipisahkan, yaitu
lokasi peneltian yang disebut setting,
kemudian baru sasarannya siapa (Arikunto, 2010: 36). Yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Wonosobo tahun ajaran
2011/2012, khususnya siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Wonosobo dengan jumlah
siswa 31 orang, terdiri dari 19 siswa putrid an 12 siswa putra.
Objek penelitian ini adalah hasil tes kemampuan
membaca aksara Jawa dengann media komik beraksara Jawa pada kelas kelas VIII B
SMP Negeri 3 Wonosobo tahun ajaran 2011/2012.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah tes dan nontes (pengamatan atau observasi dan
jurnal) untuk mengukur peningkatan kemampuan membaca dan memahami bacaan
berhuruf Jawa dengan menggunakan media komik beraksarra Jawa.
a.
Teknik
Tes
Teknik tes adalah bentuk pemberian tugas membaca (Arikunto, 2006: 33). Teknik tes berfungsi untuk
menentukan keberhasilan siswa ketika membaca aksara Jawa.
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
tes. Tes dilakukan sebanyak dua
kali
yaitu pada siklus I dan
siklus II dengan tujuan untuk mengukur kemampuan membaca aksara Jawa. Pada
hasil tes siklus I dianalisis, dari hasil analisis diketahui kelemahan siswa
dalam membaca aksara Jawa dengan menggunakan media komik beraksara Jawa yang
selanjutnya sebagai dasar untuk menghadapi tes pada siklus II.
b. Teknik
Nontes
Teknik nontes
adalah sistem atau cara penilaian yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi
tentang data yang secara tidak langsung berkaitan dengan tingkah laku kognitif.
Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan atau
observasi dan jurnal.
D. Validitas Data
Untuk menjamin validitas data dan
pertanggungjawaban yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk menarik
kesimpulan, maka yang digunakan untuk memeriksa validitas data yaitu dengan
validitas isi dan teknik trianggulasi.
Validitas isi mencakup sejauh
mana bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini sudah sesuaikah dengan
silabus mata pelajaran Bahasa Jawa kelas
VIII B yang dikonsultasikan dengan observer.
Sedangkan teknik triangulasi yang digunakan yang sebagai
validasi keaktifan atau aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran
adalah triangulasi metode, yaitu dengan cara :
1.
Data aktivitas
siswa selama proses pembelajaran diperoleh dengan observasi lalu dicek dengan
dokumentasi yang meliputi hasil kerja siswa, lembar observasi aktivitas siswa
dan foto proses pembelajaran. Apabila dengan teknik pengujian tersebut
dihasilkan data yang sama, maka data tersebut dinyatakan valid.
2. Data aktivitas guru selama proses pembelajaran
diperoleh dengan observasi lalu dicek dengan dokumentasi yang meliputi lembar
observasi kinerja guru, foto proses pembelajaran. Apabila melalui pengujian
tersebut dihasilkan data yang sama maka data tersebut dinyatakan valid.
E. Teknik Analisis Data
Dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini, penulis menganalisis data dengan cara analaisis
statistik dan analisis deskriptif. Untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut
ini.
1.
Analisis
Statistik
Dalam arti
sempit statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti luas statistik
dapat diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis, dan alat untuk membuat
keputusan. Statistik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu statistik deskriptif
dan statistik inferensial. Selanjutnya statistik inferensial dapat dibedakan
menjadi statistik parametis dan statistik non parametris (Sugiyono, 2003: 12).
Dalam analisis
statistik ini dokategorikan sebagai data kuantitatif. Data kuantitatif adalah
data yang berbentuk angka-angka, sesuai dengan pendapat Arikunto, (2002:213)
yang menyebutkan bahwa:
“data kuantitatif adalah teknik
yang digunakan untuk menganalisis hasil tes siswa yang menggunakan perhitungan
rata-rata (mean). Data kuantitatif lain yang digunakan adalah data yang
diperoleh dari Check List pada tahap pengamatan atau observasi, dengan
menganalisis berapa jumlah siswa yang mempunyai perhatia (baik, cukup, kurang)
dan yang mempunyai keaktifan (baik, cukup, kurang).”
Rumus perhitungan rata-rata (mean)
(Sugiyono, 2003: 43)
2.
Analisis
Deskriptif
Data hasil
(test) dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Data tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode effect size, yaitu dengan cara membandingkan rerata
tes siklus II dengan test siklus I. mengenai anaisis statistik, Sugiyono (2003:
21) berpendapat:
“analisis statistik adalah statistik
yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang
diteliti melalui pra siklus. Cara penyajian data dengan tabel biasa maupun
distribusi frekuensi, grafik garis maupun batang, atau diagram lingkaran.”
Perbedaan yang
signifikan adalah apabila rerat post test siklus II lebih besar daripada test
siklus I, hal ini menunjukkan adanya peningkatan ketermpilan membaca pemahaman
membaca aksara Jawa yang dilihat dari nilai prestasi belajar siswa melalui
proses pembelajaran yang baik.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dimulai dengan
mewawancarai guru mata pelajaran dan melaksanakan observasi pada tahap
prasiklus untuk mengetahui bagaimana pembelajaran membaca aksara Jawa,
bagaimana kemampuan siswa dalam membaca khususnya membaca aksara Jawa, dan
sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data awal tentang keadaan
pembelajaran membaca aksara Jawa. Dari data ini, selanjutnya ditetapkan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Setelah tindakan ditetapkan,
tahap selanjutnya adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Tahap-tahap tersebut dilakukan minimal dua kali.
Pengulangan tahap-tahap tersebut didasarkan pada hasil refleksi yang diberikan
pada setiap akhir siklus.
1.
Prosedur
Tindakan Pendahuluan
Kegiatan
yang dilakukan pada awal kegiatan adalah mewawancarai guru mata pelajaran yang
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran membaca aksara Jawa dengan
menggunakan media komik beraksara Jawa, bagaimana motivasi siswa, dan bagaimana
efektivitas penggunaan media komik beraksara Jawa dalam pembelajaran membaca
aksara Jawa.
2.
Prosedur
Tindakan pada Siklus I
Proses tindakan kelas pada siklus I melalui empat tahap
yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
a.
Perencanaan
Adapun langkah yang dilakukan pada
tahap ini adalah:
a. Membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan media komik beraksara Jawa
b. Mempersiapkan instrumen pembelajaran yaitu komik beraksara
Jawa
c. Menyusun instrumen nontes yang berupa lembar pengamatan
atau observasi dan jurnal siswa.
b.
Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan tindakan siklus I peneliti memberikan
apersepsi pembelajaran berupa ilustrasi mengenai pembelajaran membaca
aksara Jawa, ilustrasi tentang
media yang akan digunakan, dan menyampaikan tujuan pembelajaran membaca. Dalam tahap pelaksanaan ini, peneliti
mengkaji tentang gambaran ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman terhadap
mata pelajaran, sikap siswa ketika
proses pembelajaran, dan motivasi siswa ketika proses pembelajaran. Peneliti
menggunakan beberapa rumus untuk menghitung persentase dan penilaian kemampuan siswa
dalam membaca aksra Jawa. Nilai kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa dinilai
dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang akan dituliskan pada skema lembar
penilaian menurut Arikunto:
No
|
Nama Siswa
|
Aspek Penilaian
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
Keterangan:
1.
Aspek 1 adalah aspek lafal
2.
Aspek 2 adalah aspek intonasi
3.
Aspek 3 adalah aspek kelancaran
4.
Aspek 4 adalah aspek pemahaman isi
Nilai
maksimal yang dapat diraih siswa adalah 100 dengan skor penilaian 25 untuk
setiap aspek. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pembelajaran membaca
aksara Jawa di SMP Negeri 3 Wonosobo adalah 70, sehingga siswa yang memiliki
nilai di bawah 70 dinyatakan belum dapat mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan.
Sementara
itu, peneliti menghitung persentase melalui langkah-langkah: (1) merekap nilai
yang telah diperoleh
siswa, (2) menghitung nilai komulatif, (3)
menghitung nilai rata-rata, dan (4)
menghitung persentase.
Hasil
perhitungan persentase membaca aksara Jawa siswa mulai dari tahap prasiklus,
siklus I dan siklus II dibandingkan. Setelah dibandingkan dapat diperoleh hasil
persentase mengenai peningkatan kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa
dengan menggunakan media komik beraksara Jawa dan tanpa menggunakan media komik
beraksara Jawa.
c.
Pengamatan/Observasi
Peneliti melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran
membaca
aksara Jawa mengenai motivasi
dan tingkat kesulitan siswa. Peneliti
menggunakan instrumen berupa data tes dan nontes. Data tes berupa nilai
dari kemampuan siswa dalam membaca akasara Jawa , sedangkan data nontes berupa lembar pengamatan atau
observasi yang berupa pengamatan terhadap perhatian dan sikap siswa pada saat
mengikuti kegiatan belajar mengajar dan keaktifan siswa saat pembelajaran
di dalam kelas.
Peneliti juga
menggunakan jurnal yang akan diisi oleh siswa. Jurnal
dibagikan kepada siswa bertujuan untuk mengetahui penda-
pat siswa mengenai kemudahan dan kesulitan, kekurangan dan kelebihan, serta
pesan dan kesan siswa terhadap pembelajaran membaca aksara Jawa dengan
menggunakan media komik berbahasa Jawa. Data lain yang diambil sebagai bukti proses pembelajaran adalah dokumentasi
foto untuk mengetahui kegiatan siswa pada saat peneliti menjelaskan materi membaca
aksara Jawa dan kegiatan
pada saat siswa membaca aksara Jawa. Hasil observasi ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan
perbaikan pada siklus II.
d.
Refleksi
Peneliti melakukan analisis terhadap hasil tes kemampuan
membaca
aksara Jawa, dan hasil nontes
berupa hasil pengamatan atau observasi dan jurnal yang telah dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran membaca
aksara Jawa dengan menggunakan media komik beraksara Jawa pada proses pembelajaran siklus I dan cara mengatasinya,
sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II.
3.
Prosedur
Tindakan pada Siklus I
Prosedur tindakan pada siklus II merupakan upaya
peningkatan kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa dengan menggunakan media komik
beraksara Jawa dan untuk
mengetahui peran serta siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Prosedur
tindakan pada siklus II juga dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau observasi, dan refleksi.
a. Perencanaan
Perencanaan kegiatan siklus II dibuat dengan
memperhatikan hasil siklus I. Tahap perencanaan pada siklus II antara lain:
(1) menyempurnakan RPP pada siklus I, (2) guru
mempersiapkan instrumen yang akan digunakan, (3) menyusun instrumen nontes yang
berupa lembar pengamatan atau observasi dan jurnal.
b. Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus II pada
hakikatnya merupakan perbaikan pelaksanaan tindakan pembelajaran siklus I.
Peneliti memberikan apersepsi pembelajaran membaca aksara Jawa. Kemudian, peneliti bertanya kepada siswa mengenai
materi yang disampaikan pada pertemuan lalu dengan mengajukan pertanyaan
mengenai materi tersebut.
Peneliti menjelaskan kembali tentang membaca
aksara Jawa yang baik dan
memberikan kesempatan kepada siswa yang belum paham untuk bertanya.
Selanjutnya, peneliti menyuruh siswa untuk membaca komik beraksara
Jawa yang telah disiapkan. Kemudian,
peneliti dan siswa bersama-sama membahas hasil dari terjemahan
komik beraksara Jawa ke dalam huruf latin. Terakhir, peneliti merefleksi hasil pembelajaran membaca
aksara Jawa menggunakan media
komik beraksara
Jawa pada hari itu dan memberi
kesempatan bertanya kepada siswa yang belum paham.
c. Pengamatan
atau Observasi
Pengamatan atau observasi pada siklus II sama dengan
siklus I yaitu dilakukan melalui data tes dan nontes. Pada siklus II ini
diharapkan ada peningkatan motivasi dan kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa dengan menggunakan media komik
beraksara Jawa.
d. Refleksi
Refleksi yang dilakukan dalam siklus II ini pada prinsipnya sama dengan siklus I,
yaitu menganalisis hasil tes kemampuan siswa membaca aksara
Jawa dan menganalisis hasil nontes yang berupa
hasil lembar pengamatan dan jurnal. Setelah hasil refleksi pada siklus
II selesai, peneliti membandingkan
hasil refleksi pada siklus I yang
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat sebuah simpulan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Kurniawan. 2001. “ Komik Sebagai Media yang
Mengasyikkan”. Majalah Sabili no.16. Jakarta: Redaksi Sabili.
‘Aisyatul Kurniawati. 2011. “Upaya Peningkatan
Kemampuan Membaca Wacana Berhuruf Jawa dengan Metode Quantum Learning pada Siswa Kelas X TKJ SMK Pancasila 1 Kutoarjo Tahun
Pelajaran 2011/2012”. Skripsi:
Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Henry Guntur Tarigan. 1004. Membaca Sebagai Suatu Kemampuan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Ines Endah Siswantari. 2010. “Pembelajaran Menulis Wacana Narasi dengan Menggunakan Media Komik sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Menulis Wacana Narasi bagi Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Purworejo Tahun Ajaran 2010/2011”.
Skripsi: Universitas Muhammadiyah
Purworejo.
Oemar Hamalik. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni Nusatama.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Tindakan. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta.
………………. 2002. Pedoman Penulisan Aksara Jawa.
Yogyakarta: Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar